![]() |
Sumber Gambar |
Lah, kenapa nyolot judulnya? wkwkwk
Iya nyolot, biarin. Pagi-pagi waktu berkunjung ke setting room dan ngobrol-ngobrol sama beberapa rekan kerja saya yang cowok, disaat sampai di topik "Apakah saya akan resign setelah anak kedua?" dan saya jawab "Belum tahu", lalu ada yang nyeletuk, "Lah berarti anaknya dititipin ke mbahnya? berarti anaknya nanti jadi anak mbahnya lagi dong, jahat banget nggak kasihan sama mbahnya, mana udah tua dititipin anak dua lagi ha". Ew.
Jujur, topik tentang "ibu bekerja tidak sayang anak, menitipkan anak ke orang tua berarti tidak sayang orang tua" adalah topik yang sensitif sekali buat saya. FYI, saya ibu bekerja dengan 1 anak dan saat ini anak saya diasuh oleh ibu mertua saya.
Iya sih dulu saya juga pernah berpikiran seperti itu waktu sebelum menikah, "saya akan di rumah setelah punya anak, tidak akan menitipkan anak saya ke ibu atau mertua saya agar mereka bisa menikmati masa tua". Tapi setelah menikah, merasakan naik turunnya ekonomi di pernikahan, dan merasakan sendiri menjadi ibu, Meh. Ternyata tidak semua bisa berjalan sesuai rencana saya.
Siapa bilang ibu bekerja tidak sayang anak? saya sendiri alhamdulillah memenuhi kewajiban saya menyusui anak saya selama 2 tahun, DBF (Direct Breast Feeding) saat di rumah, masih harus pompa di kantor dan di rumah sehari 8 kali untuk mencukupi stok asip karena anak saya hanya mau minum asip fresh (Last in First Out).
Selama MPASI saya berusaha memberi makan anak saya dengan masakan saya, sebisa mungkin memasak untuk anak saya agar anak saya juga ikut merasakan masakan rumahan, membuat cemilan meskipun seharian ditinggal di kantor (terima kasih untuk mamagram-mamagram yang sudah sharing resep mpasi, cemilan, dan cara simpan MPASI sehingga memudahkan saya menyiapkan makanan untuk anak saya, wkwk)
Sebelum bekerja, setelah memasak bubur untuk 3 kali makan dan cemilan, saya pumping 20 menit, memijat anak saya, kemudian memandikannya, mengajak anak saya keliling perumahan dengan sepeda roda tiga, baru setelah itu buru-buru sarapan dan mandi.
Pulang kerja langsung mandi dan berbersih, menyusui anak saya lalu mengajaknya main, jika belum makan dilanjut menyuapi anak makan. Saat anak tidur, rutinitas selanjutnya adalah pumping 30 menit, baru menemani ayahnya bercerita, makan bersama, melipat pakaian bersama, dan blablabla.
Jam 11 malam, pumping lagi, di sela-sela menyusui anak saya, jam 2 malam power pumping dan dilanjutkan jam 5 pagi pumping lalu mengulangi rutinitas di atas. Rutinitas itu berulang setiap hari sampai Champ berusia 18 bulan, setelah itu saya mengurangi frekuensi pumping di rumah dan hanya pumping di kantor saja.
Dari cerita rutinitas saya di atas, saya bukannya mau sombong kalau saya sibuk sekali mengurus anak saya, tapi yang saya mau tekankan di sini, ibu tetaplah ibu, mau bekerja dan tidak bekerja, kalau sayang anak ya sayang anak, titik.
Tidak ada hubungannya kalau lebih banyak di rumah lebih sayang anak atau kalau lebih banyak di luar rumah berarti tidak sayang anak. Bukan berarti juga kalau diasuh oleh mbah atau oleh pengasuh lalu jadi anak mbah. Lhawong yang nyusuin tetep ibunya, yang beli sufor tetap orang tuanya, yang sakit saat melahirkan ya tetap ibunya, kalau anak sakit juga ibunya tetap jadi yang paling khawatir, berat badan turun ibunya yang paling sedih, kok bisa dibilang jadi anak mbahnya, ngajak ribut?? wkwk
Bekerja dengan kondisi sudah memiliki 1 anak mengubah perspektif saya tentang ibu bekerja. Dulu sebelum punya anak, saya selalu berpikiran kalau ibu yang memilih bekerja daripada di rumah membersamai anak itu nggak sayang sama anaknya, egois.
Sekarang saya lebih bisa berpikir jernih, tidak bisa langsung ditarik kesimpulan kalau tidak membersamai anak=tidak sayang anak. Tapi jangan juga kata-kata saya dibalikkan jadi saya meremehkan ibu di rumah ya, karena mau bekerja ataupun di rumah, semua tergantung prioritas saat ini.
Untuk ibu di rumah, pasti juga kan pernah saat lagi riwehnya masak, anak mengajak main, lalu dijawab "sebentar ya nak ibu masak dulu", nah kan kalau seperti itu kasusnya bukan berarti jadi tidak sayang anak karena lebih memilih memasak.
Semua ibu punya kondisinya masing-masing, menitipkan anak ke orang tua juga tidak bisa lalu disimpulkan bahwa hal itu menyakiti orang tua kalau memang orang tuanya ridho dan ikhlas.
Alhamdulillah saya diberikan ibu mertua yang baik sekali pada saya, beliau justru tidak mau anak saya diasuh oleh pengasuh dan belum mengizinkan saya untuk tidak bekerja dengan alasan agar bisa menabung lebih banyak untuk masa depan anak-anak saya nanti.
Karena sekali lagi, ibu yang sayang anaknya ya ibu yang sayang anaknya, titik.
0 Comments