Alhamdulillaah bisa memberikan ASI ke Champ sampai 6 bulan.
Bukan hal yang patut dibanggakan memang mengingat banyak juga working mom di luar sana yang punya cerita lebih penuh perjuangan dan mengharu biru dari saya. Tapi nggak ada salahnya untuk menulis disini agar kelak bisa menjadi kenang-kenangan bagi saya dan memudahkan saya mengingat ingat perjalanan saya mengasihi Abrisam
Tentang asi saya, alhamdulillah sudah langsung keluar saat payudara saya di pencet pada hari pertama lahiran. Saat pertama kali mencoba untuk latch on dengan bayi saya, rasanya pun tidak terlalu susah. Ibu saya mendampingi saya dan membantu saya untuk mendapatkan posisi yang nyaman sehingga kami dapat sama sama belajar. Bayi saya belajar menyusu, saya belajar menyusui.
Saya pulang dari rumah sakit dihari kedua saya lahiran, sejak sampai rumah saya sudah mengonsumsi air rebusan kacang hijau yang dibuatkan ibu saya. 1 Gelas besar penuh harus saya minum, kata orang tua sih bagus untuk melancarkan dan mengentalkan ASI. Selain itu saya juga masih belajar untuk menyusui bayi saya.
Hari ke 3 di rumah, Champ sempat demam. Pukul 12 siang dia menangis, saya berusaha menyusui tapi diatetap menangis. matanya kekuningan, suhu tubuhnya agak naik. Saya yang saat itu di rumah berdua dengan suami saya kebingungan. Saya sempat membaca bahwa bayi baru lahir wajar mengalami kuning atau kekurangan cairan karena air susu yang memang belum lancar keluar. Tapi tetap saja hal itu membuat saya bingung sebagai ibu baru.
Saya sebetulnya sudah mempersiapkan satu kotak kecil sufor yang saya beli sebelum lahiran untuk berjaga jaga kalau asi saya tidak keluar. sempat terfikir dalam hati untuk menyeduh sufor dan memberikannya kepada bayi saya yang gelisah.
Tapi untung hari itu alat pompa saya datang. Dengan penuh harap saya berusaha mencoba untuk memompa. 10 menit. 1-2 tetes. cuma membasahi tutup botol. 20 menit. tetap cuma membasahi tutup botol. sampai hampir 1 jam saya hanya mendapatkan 15ml. Langsung saya pasang botol dot untuk memberikannya pada anak saya.
Tapi ternyata anak saya menolak botol dot. Dia seperti kebingungan ada benda kenyal kenyal yang didekatkan di mulutnya. sambil terus menangis. bisa saja sih saya menyendoki ASI itu, tapi saya takut bayi kecil saya tersedak. Akhirnya saya pencet pencet botol sampai asi menetes. sampai 10 menit bayi saya minum 15ml dan tidak lama kemudian demamnya reda.
Hari-hari selanjutnya tidak mudah, saya kembali masuk kerja saat usia anak saya 1.5 bulan. Meninggalkan anak saya diasuh oleh neneknya diusia sekecil itu membuat saya berpikiran untuk resign saja.
Suami saya sebenarnya mengizinkan saya resign untuk mengurus anak, tapi melihat kondisi saya yang gampang bosan dan senang bekerja, ada sih kata kata tersirat dia yang intinya "kerja dulu aja, nanti kamu bosan dirumah malah jadi tambah stres", dan juga melihat kondisi ekonomi kami saat itu, mau tidak mau saya memang harus kerja dulu.
Champ tidak suka dengan asip beku atau asip yang disimpan lebih dari 1 hari, dia lebih suka minum asip fresh, atau asip yang "diperah hari ini untuk diminum besok". Waduh, kejar kejaran saya dengan produksi asip agar cukup untuk anak saya, jadi disamping menyusui langsung, saya juga masih pompa sehari 8 kali. Keuntungannya, berat badan saya yang dari akhir kehamilan 73kg, turun jadi 49kg di bulan keempat tanpa harus capek capek diet.
Umur 3 bulan, Champ mulai menolak dot, alhamdulillah dia tidak bingung puting, tapi dia menolak dot. "Waduh" lagi saya. Bagaimana anak saya minum kalau tidak mau dot? Ayahnya lalu mencoba untuk menyendokinya, jadi anak saya minum dengan disendoki, bayangkan berapa banyak yang tumpah, dari 100ml, mungkin hanya setengahnya saja yang masuk dan itu membutuhkan waktu yang lama.
Berat badannya yang awalnya naik sesuai KBM, jadi di bawah KBM, Allaahu akbar. Dari yang digrafik atas kuning tua mendekati merah, perlahan-lahan faltering ke hijau. Saya yang notabene adalah mama baru, ibu bekerja, belum ada pengalaman sebelumnya jadi sering sekali menyalahkan diri sendiri, menangis di kantor karena merasa gagal jadi ibu.
Lucu rasanya, padahal kalau sekarang saya ingat-ingat lagi, gagal jadi ibu itu patokannya apa? selalu ada fase baru pada anak yang harus dibersamai, dan 6 bulan awal ya memang baru awal.
Baru 6 bulan jadi ibu, sudah banyak cerita saya. 6 bulan menjadi ibu menyadarkan saya bahwa mengurus anak itu tidak seringkas pikiran kita-kita sebelumnya yang "disusuin, digendong, dikasih makan lalu anaknya tiba-tiba tumbuh besar." Oooo tidak semudah itu ferguso, akan selalu ada cerita-cerita selanjutnya.
0 Comments